Tentang Galau Malam Ini

Tentang Galau Malam Ini

Di balik tirai malam yang gelap, hatiku tengah terjebak dalam keruhnya perasaan galau. Lampu kamar redup, hanya bersama dengan pikiran-pikiran yang berkecamuk di dalam kepalaku. Di malam ini, hujan turun pelan seperti air mata yang ingin aku tahan.

Aku duduk sendiri di tepi jendela, membiarkan tatapan terbang bebas ke langit yang kelam. Sekilas, cahaya bintang-bintang tampak samar di antara awan-awan yang menggelayut. Seperti perasaanku yang terjebak, cahaya itu tak bisa begitu saja terlihat dengan jelas.

Hati ini bergetar dalam kebingungan. Seperti puzzle yang sulit dipecahkan, aku merasa terjebak dalam pertanyaan-pertanyaan yang tak kunjung mendapatkan jawaban. Pertanyaan tentang masa depan, tentang hubungan, tentang diriku sendiri. Semua terasa begitu rumit dan membingungkan.

Tak bisa dipungkiri, galau adalah bagian dari hidup. Seperti hujan yang turun dari langit, galau pun datang tanpa permisi. Namun, malam ini aku mencoba merangkulnya, mencoba memahami apa yang sebenarnya ada di balik perasaan ini. Seperti hujan yang memberi kehidupan pada tanaman, mungkin galau ini juga bisa memberi aku wawasan baru.

Aku beranjak dari jendela dan meraih buku di rak. Dalam lembar-lembar yang rapuh, kata-kata bijak dari penulis terdahulu terbentang. Aku membaca, meresapi, dan merenungkan. Ternyata, galau adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan hidup. Ia adalah guru yang datang membawa pelajaran, meski kadang tak enak untuk dipelajari.

Lalu, aku merenungkan tentang langit yang tersembunyi di balik awan. Meskipun sekarang gelap, aku tahu matahari akan muncul kembali besok. Begitu juga dengan perasaanku, galau akan mereda seiring waktu. Aku merangkul harapan dalam kegelapan, dan berpikir bahwa mungkin, di antara keruhnya perasaan ini, ada sinar terang yang sedang bersiap untuk muncul.

Sejenak, aku merasakan kedamaian. Malam ini mungkin galau, tapi di dalamnya, ada ruang untuk tumbuh dan belajar. Aku membiarkan pikiran-pikiranku mengambang bebas, seperti hujan yang bermain di jalanan. Galau ini tak selamanya buruk, mungkin ia juga bisa menjadi bagian dari proses penyembuhan diri.

Malam semakin larut, tapi hatiku merasa lebih ringan. Galau ini mungkin hanya masa surut dalam lautan perasaan, dan aku yakin pasang akan datang kembali. Seperti malam yang berubah menjadi pagi, cahaya akan muncul setelah kegelapan. Mungkin bukan sekarang, tapi suatu saat nanti. Dan dengan keyakinan itu, aku pun memilih untuk tidur dengan hati yang sedikit lebih tenang.